Amartya Anak Kami

Panggil dia Marty. Lengkapnya Amartya Elisa Siadari. Namanya kami ambil dari pemenang hadiah Nobel berdarah India. Marty lahir 25 Maret 1999 dan kini duduk di kelas satu Sekolah Dasar. Blog ini dibuat untuk mengingatkan Papa dan Mamanya agar selalu ingat banyak sekali keindahan yang telah Tuhan berikan kepada mereka. Marty hanya salah satunya.

Tuesday, April 18, 2006

Bonus Kala Sakit



Seminggu setelah ulang tahunnya, Marty jatuh sakit. Batuk, demam dan radang tenggorokan. Wadduh, bikin saya, papanya, senewen. Awalnya saya anggap demam biasa. Dan Actifed biasanya manjur. Tetapi panasnya tak turun2 juga. Alhasil kami membawanya ke dokter. Pertama ke dokter di sebuah poliklinik. Dan ia diberikan obat. Sekaligus dianjurkan periksa darah. Tapi karena itu hari Sabtu, labnya tutup. Maka kami disarankan datang hari Senin.

Tapi keesokan harinya, panas Marty tak kunjung turun. Akhirnya kami berkeliling kompleks mencari dokter. Pertama ke dokter Silvy, yang ada di kompleks kami. Tutup. lalu ke dokter Yuli, di kompleks Bukit Nusa Indah. Eh, kliling2 di kompleks itu tak ketemu juga. Akhirnya kami nekad membawa Marty ke Rumah Sakit Pondok Indah. Kami sudah membawa persediaan pakaian Marty. Kami menduga ia akan dirawat.

Di Rumah Sakit itu Marty kemudian dibaringkan di UGD dan diperiksa darahnya. Aneh, dokter tersenyum dan berkata, Marty tidak apa-apa. Hasil pemeriksaan bagus. Tidak ada gejala DBD. Dan lain2 yang kami khawatirkan.

Mama Marty: Tapi DOk, kok panasnya nggak turun2?
Dokter: Itu karena radang tenggorokannya. Sabar saja
Mama Marty: Sudah dua hari dia nggak masuk sekolah dok.
Dokter: Emang begitu.

Marty dan saya, tersenyum mendengar dialog itu. Marty yang kelihatan lemah, tapi disambar oleh udara sejuk di rumah sakit itu, senyum-senyum saja ketika saya foto (Lihat foto). Dan ketika itulah Marty bergumam, "Pa, aku lapar."

Oke, saya berkata. Sambil pulang, kita cari makanan di Pondok Indah Mall.

"YEEEEEES" Saya mendengar Marty berteriak. Gila. Saya kaget. Sialan. Ini anak sudah sakit, masih juga pengen jalan2 di mall.

Di mall itu kami singgah sebentar di Gramedia, kemudian nongkrong di Bakmi GM.

Pulangnya, kembali Marty terbaring di tempat tidur. Dengan kemanjaannya.

Seminggu lebih dia begitu. Tidak sekolah. Dan setelah akhirnya kami membawanya ke dokter Yuli (yang alamatnya kemudian ketemu oleh mamanya Marty), ia sembuh secara berangsur-angsur.

Ada bonus kala dia sakit. Ketika ibunya mengambil hasil rapor mid semester, Marty ternyata menduduki ranking ketiga. Sungguh ini kejutan. Sampai2 mamanya Marty tak menunggu saya pulang untuk memberitahukannya. Di telepon ia bicara tergugup-gugup. Soalnya, dia dan saya memang sudah rada rela kalau Marty tak dapat ranking pun kali ini. Sebab selama tahun ini Marty sering tidak masuk oleh urusan keluarga kami yang tidak ia tinggalkan. Ia juga kelihatan kelelahan tiap kali pulang sekolah. Dan kami tidak memaksa.

Tapi ini lah bonus kala sakit. Asyik. Dan seperti biasa, saya selalu bilang kepada Marty. Bukan ranking yang ayahnya butuhkan. Tetapi ketekunan dan sifat pantang menyerahlah yang paling utama. Bahwa hasilnya baik, setengah baik atau bahkan buruk, saya sudah akan senang melihat putri saya itu berusaha sekuat tenaganya.

(C) Eben Ezer Siadari) 18 April 2006